JAKARTA, kontak24 - Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming, menjadi sorotan publik pasca diputus bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan. Penegakan hukum kepada Mardani menjadi sorotan karena putusan hakim yang dinilai cenderung presumption of corruption atau praduga korupsi yang berlebihan.
Keputusan bahwa Ramdani bersalah malah membuat sejumlah tokoh pemuda, aktivis, hingga akademisi meragukan dasar hukum dari putusan tersebut. Mereka menilai terdapat kekeliruan dari keputusan hakim.
Ketua BPC HIPMI Kabupaten Gorontalo, Gustriman Idris Aliwu, mengatakan putusan hakim kepada Mardani mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi.
Sebab, keputusan Mardani selaku bupati terkait pengalihan IUP dari aspek hukum administrasi adalah sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Saya melihat hakim cenderung menjerat orang atau pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidana. Di sini terlihat jelas bahwa hakim menafikan kebenaran,” kata Gustriman, Senin (28/10/24).
Lebih dari itu, ia menilai terjadi pelanggaran hukum dalam kasus mantan Ketua Umum BPP HIPMI tersebut. Namun demikian, Gustriman menyakini hukum di Indonesia dapat diperbaiki melalui pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya yakin Presiden Prabowo bisa memperbaiki hukum di Indonesia ini. Kami meminta kepada Presiden Prabowo untuk membebaskan Mardani,” ujar Gustriman.
Selain Gustriman, aktivis dan akademisi yang menyoroti kasus Ramdani, seperti Todung Mulya Lubis (aktivis hak asasi manusia) dan Hendry Julian Noor (dosen Universitas Gadjah Mada).
Mengutip pernyataan Todung di republik.co.id, bahwa peradilan sesat terjadi dalam penanganan perkara penipuan yang menyeret nama Mardani.
Menurut pengacara senior itu, hukuman pidana terhadap mantan bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dipaksakan karena tidak didasarkan pada alat bukti yang memadai.
“Sikap berat sebelah seperti ini jelas merupakan peradilan yang tidak adil. Jika alat bukti yang dilihat secara adil, sebenarnya dakwaan pengambilan umum tidaklah terbukti” ujar Todung. (**)
0 Komentar