Unordered List

6/recent/ticker-posts

Batu Bara Oversuplai, Biaya Tambang Makin Mahal pada 2024.

 

INDONESIA, kontak24jam.Net - Pengusaha batu bara bersiap menghadapi kondisi oversuplai batu bara termahal pada 2024 – yang diperkirakan berlanjut hingga 2025 – di tengah ekses produksi tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga China dan India.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia/Indonesia Coal Mining Assocation (APBI/ICMA) Hendra Sinadia mengatakan kondisi oversuplai tersebut sudah terjadi sejak tahun ini di negara-negara importir langganan batu bara Indonesia.

Meski kelebihan tersebut akan berlangsung hingga tahun depan, Hendra memproyeksi kondisi permintaan pun akan tetap kuat pada 2024, khususnya dari kawasan Asia Timur dan Selatan.

“Kami memproyeksikan permintaan yang cukup kuat dari China dan India pada 2024—2025. Namun, tentu kondisi oversuplai ini akan menekan harga komodiats. Bagi Indonesia, serapan batu bara domestik, terutama dari industri smelter juga cukup kuat,” ujarnya saat dihubungi, Senin (18/12/2023).

Lebih lanjut, Hendra tidak mendetailkan berapa kisaran harga batu bara yang diestimasikan asosiasi pada 2024. Akan tetapi, dia menilai pergerakan harga komoditas tersebut masih akan relatif sama dengan performa sepanjang tahun ini.

Harga batu bara turun pada perdagangan akhir pekan lalu. Secara mingguan, harga si batu hitam pun terpangkas. Pada Jumat (15/12/2023), harga batu bara di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 145,25/ton. Turun 0,17% dari hari sebelumnya.

Sepanjang pekan lalu, harga komoditas ini berkurang 3,81% secara point to point. Sebelumnya, harga batu bara naik 2 pekan beruntun. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara masih membukukan kenaikan 17,99%.

Harga batu bara bergerak mixed karena prospek permintaan yang beragam. Jepang dan Korea menambah pembelian batu bara, sementara China dan India malah mengurangi.

Biaya Produksi Naik

Lebih lanjut, Hendra mengatakan pada 2024 masalah yang dihadapi oleh penambang batu bara – di Indonesia dan negara-negara produsen utama lainnya – adalah makin tingginya biaya produksi.

Walhasil, margin perusahaan batu bara pun berisiko kian tergerus pada tahun depan. “Jika harga turun di level harga tertentu, maka bagi sebagian penambang, harga tersebut bisa di bawah biaya produksi,” jelas Hendra.

Kenaikan biaya produksi tersebut dipicu oleh inflasi harga bahan bakar, serta makin banyaknya tambang batu bara yang mencatatkan stripping ratio yang makin besar, sehingga biaya penambangan mereka pun kian mahal.

Tantangan lain bagi pengusaha batu bara pada 2024 adalah kenaikan beban royalti yang berlaku sejak Agustus 2022 bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) serta April 2022 bagi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

“Selain itu, aturan penempatan dana hasil ekspor [DHE] sebesar 30% di bank domestik selama minimal 3 bulan menyulitkan perusahaan mengelola arus kas.”

“Pada Januari 2024 pemerintah juga akan memberlakukan skema pungut salur dana kompensasi batu bara [DKB] melalui skema Mitra Instansi Pengelola [MIP], di mana tarif DKB dibayar sebelum pengapalan. Dengan beban-beban di atas, maka pengelolaan arus kas menjadi tantangan apalagi jika tren harga terus turun,” terang Hendra.

Posting Komentar

0 Komentar