Unordered List

6/recent/ticker-posts

Bang Dhin, "Memaklumi Alasan Permerintah Yang Mempermasalahkan Tidak Akuratnya Penginputan.Data

BANJARMASIN  Kontak24jam.com  -  Pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena adanya masalah dalam input data yang disebabkan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8/21).

Bang Dhin sapaan akrab Muhammad Syaripuddin yang merupakan Wakil Ketua DPRD Prov Kalse tidak setuju dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19.

"Data kematian merupakan indikator sangat penting dalam penanganan pandemi agar diketahui tingkat keparahan daerah kita, dan dari sana bisa di evaluasi sumber masalah, yakni jumlah tes dan lacak yang sangat terbatas" Ujar Bang Dhin

Bang Dhin memaklumi alasan permerintah yang mempermasalahkan ketidakakuratan dan keterlambatan penginputan data. Dengan dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena ada problem pendataan, terdapat 26 kota dan kabupaten yang level PPKM-nya turun dari level 4 menjadi level 3.

"Kita selalu bermasalah dengan data, tapi jika data bermasalah, perbaiki, bukan dihilangkan itu keliru dan salah" tegas bang Dhin

Akademisi ULM, Prof. Husaini turut merespon dengan menjelaskan bahwa Sebaiknya jika input data atau distorsi data tentang kematian karena Covid-19 di daerah bermasalah untuk input ke pusat data nasional, bukan berarti data kematian atau indikator data kematian (Case Fatality Rate) yang dibuang atau dihilangkan dalam penanganan wabah penyakit seperti sekarang ini, dan sudah tentu manajemen data kematian di daerah dan pusat yang dibenahi serta diperkuat. Catatan pentingnya dari dulu sampai sekarang seluruh negara/ global dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak pernah menghilangkan indikator kematian dalam menilai kejadian penyakit di masyarakat, apalagi wabah penyakit, dan hampir satu setengah tahun kita hadapi wabah covid19 ini tentu banyak pelajaran dan pengalaman yang semestinya diambil dalam rangka lebih optimalkan lagi tentang berbagai ragam manajemennya.

Pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena adanya masalah dalam input data yang disebabkan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat mengumumkan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (9/8/2021).

Bang Dhin sapaan akrab Muhammad Syaripuddin yang merupakan Wakil Ketua DPRD Prov Kalse tidak setuju dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19.

"Data kematian merupakan indikator sangat penting dalam penanganan pandemi agar diketahui tingkat keparahan daerah kita, dan dari sana bisa di evaluasi sumber masalah, yakni jumlah tes dan lacak yang sangat terbatas" Ujar Bang Dhin

Bang Dhin memaklumi alasan permerintah yang mempermasalahkan ketidakakuratan dan keterlambatan penginputan data. Dengan dikeluarkannya angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena ada problem pendataan, terdapat 26 kota dan kabupaten yang level PPKM-nya turun dari level 4 menjadi level 3.

"Kita selalu bermasalah dengan data, tapi jika data bermasalah, perbaiki, bukan dihilangkan itu keliru dan salah" tegas bang Dhin

Akademisi ULM, Prof. Husaini turut merespon dengan menjelaskan bahwa Sebaiknya jika input data atau distorsi data tentang kematian karena Covid-19 di daerah bermasalah untuk input ke pusat data nasional, bukan berarti data kematian atau indikator data kematian (Case Fatality Rate) yang dibuang atau dihilangkan dalam penanganan wabah penyakit seperti sekarang ini, dan sudah tentu manajemen data kematian di daerah dan pusat yang dibenahi serta diperkuat. Catatan pentingnya dari dulu sampai sekarang seluruh negara/ global dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tidak pernah menghilangkan indikator kematian dalam menilai kejadian penyakit di masyarakat, apalagi wabah penyakit, dan hampir satu setengah tahun kita hadapi wabah covid19 ini tentu banyak pelajaran dan pengalaman yang semestinya diambil dalam rangka lebih optimalkan lagi tentang berbagai ragam manajemennya

"Jika indikator kematian/CFR di hilangkan berarti tidak menghargai nyawa manusia" lanjut Prof Husaini

Merujuk dari data LaporCovid-19 menunjukkan adanya selisih data kematian yang cenderung melebar antara data versi kabupaten/kota dan data Kementerian Kesehatan ini. Rekapitulasi data bersumber laporan 510 kabupaten/kota di Indonesia hingga 7 Agustus 2021 menunjukkan angka kematian karena Covid-19 sudah mencapai 124.790 jiwa, sedangkan pada hari yang sama laporan Kemenkes baru ada 105.598 korban jiwa. Ini berarti ada selisih 19.192 jiwa data kematian yang dilaporkan kabupaten/kota tidak ada dalam laporan Kemenkes.

Namun, laporan kematian karena Covid-19 di Indonesia hanya mereka yang sudah terkonfirmasi melalui tes polimerase rantai ganda (PCR). Kondisi ini menyebabkan angka kematian karena Covid-19 yang sesungguhnya bisa jauh lebih tinggi dari laporan resmi selama ini. (Red)

Posting Komentar

0 Komentar